Rabu, 02 Juli 2008

Lakukan Kebenaran sebagai Way of Life

Disadur dari The Secret: Be The Winner, by Eddy Iskandar & Tiana Mohandas Karamchand Gandhi atau Mahatma Gandhi, adalah orang yang sangat berjasa bagi kemerdekaan India dari tangan Inggris (1947). Ia bukan saja seorang pemimpin agama tetapi juga pemimpin politik yang disegani. Kepercayaannya yang mendalam terhadap agamanya, menjadikan sumber utama bagi ilham-ilham Gandhi –Swadeshi-- Gandhi menginginkan kemerdekaan tanpa kekerasan (non violence). Dengan menemukan dasar-dasar etik bagi para penganutnya ialah pantang makan makanan yang bernyawa, Gandhi berjuang untuk kepentingan keadilan sosial, untuk kebenaran itu sendiri. Bagi orang India, ia adalah pahlawan besar hingga sebutannya ‘Mahatma’, tetapi tidak sedikit pula orang yang sangat membencinya. Karena ia dianggap sebagai biang keladi perpecahan India-Pakistan. Walau pengabdian dia pada rakyatnya dilakukan sungguh-sungguh dan terjun langsung. Ia tidak banyak bicara tetapi bekerja, sampai ia menulis tentang perasaannya : “Tanggung jawab yang kupikul adalah di luar takaran kecakapanku, tetapi aku adalah orang yang memiliki energi besar untuk bisa menerima kenyataan ini,” katanya optimis. Namun malang. Ia ditembak mati oleh seorang ekstremis muda, Nathuram Godse. Tewasnya Gandhi dianggap tumbal kemerdekaannya sendiri. Ia adalah pahlawan, namun kebencian terhadapnya menunjukan bahwa kebenaran yang dilakukannya tidak selalu baik buat seluruh manusia. Karena, semua orang punya kepentingan, maka yang nampak benar dan baik bagi yang satu, tidak disukai oleh pihak yang lain. Hal yang serupa juga di alami oleh Martin Luther King Jr, dari Amerika Serikat. Ia adalah Pendeta yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1964. Sebagai seorang tokoh kulit hitam, ia pun memperjuangkan hak-hak azasi manusia kulit hitam. Ia ditembak oleh James Earl Ray yang sangat membenci usaha persamaan derajat kulit hitam dan kulit putih. Cita-cita Dr. Martin Luther King tersebut, sebenarnya didukung oleh Presiden AS, JF Kennedy, tak pelak sang Presiden juga ditembak di Dallas tahun 1962. Hingga kini kematiannya masih merupakan misteri. Satu abad lebih tiga tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1865 Presiden Abraham (Abe) Lincoln juga dibunuh oleh John Wilkes Booth. Lincoln adalah pencetus proklamasi pembebasan budak belian di seluruh negara bagian Amerika Serikat pada tanggal 1 Januari 1863 Pada masa-masa itu, perbedaan hak kulit hitam dengan kulit putih sangat menonjol. Kulit hitam bahkan dianggap budak yang tidak memiliki hak azasi. Kita tahu, Tuhan tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Tapi manusia sendiri yang tidak mau di sama-ratakan. Ada ras-ras yang merasa dirinya paling mulia di dunia. Seperti yang diklaim oleh Adolf Hitler bahwa ras Aria adalah ras yang paling mulia di dunia, namun siapa pun tahu, hal itu sebenarnya sangat keliru menurut Sabda Tuhan di setiap Kitab Suci, karena Tuhan mencipta semua mahluk dimanapun sama derajatnya. Yang membedakan hanya ketakwaannya. ** Bisa kita simpulkan bahwa kebenaran yang hendak disampaikan kepada manusia sungguh sulit. Sementara, manusia sendiri melakukan kebenaran yang relatif. Di satu pihak dia diterima, lainnya menolak. Padahal kita sendiri bisa melihat kebenaran itu. Jadi apakah kebenaran yang hakiki itu. Menurut batasan agama apa pun, kebenaran adalah apa saja yang diperintahkan Tuhan, pada Alam Semesta seisinya dan manusia. Sementara para mahluk ciptaanNya, wajib melakukan penyesuaian dengan perintah tersebut, melalui masing-masing habitatnya. Meski siapa pun akan merasakan, dirinya tak bakal pernah mencapai kebenaran yang hakiki. Tiada kebenaran yang sempurna di dalam diri manusia apalagi mahluk lainnya. Tapi kewajiban tetap harus dijalankan. Jika seseorang merasa telah berbuat kebenaran, hal itu belum tentu benar dalam pandangan orang lain. Untuk itu pastilah harus dihubungkan dengan nilai tambahnya. Yakni faktor ‘baik’. Jadi, yang benar belum tentu baik. Begitu pun sebaliknya, yang baik belum tentu benar. Maka orang harus dapat menguasai keduanya, yaitu yang baik dan benar. Tapi, itu pun tidak selalu dapat hasil yang sebanding. Karenanya, masih dibutuhkan lagi pemikiran bagaimana tindakan yang baik dan yang benar itu, sehingga menjadi sempurna hasilnya. Nampaknya setiap perbuatan untuk menjadi manusia pemernang harus dilandasi dengan pengorbanan yang bermacam-macam. Tergantung tujuannya. Apa yang mau kita capai dengan melaksanakan kebenaran dan kebaikan itu. Apakah untuk diri sendiri, orang lain, untuk rakyat, negara atau untuk tujuan universal. Dan, pada kenyataannya, tujuan-tujuan tersebut tak mudah dicapai karena tantangannya luar biasa berat. Tidak saja tujuan untuk diri pribadi, tapi juga pada tingkat kebenaran dan kebaikan para pejuang-pejuang besar tersebut di atas. Tekad mereka belum tentu mendapat tanggapan positif dari orang lain. Pada tingkat yang tinggi, perjuangan untuk mencapai perdamaian antar mereka saja selalu dapat rintangan, tantangan, hinaan dan cercaan hebat. Apalagi ketika memberi contoh kebenaran dan kebaikan ke pada masyarakat dunia. Kebenaran juga sangat subyektif. Bukti kebenaran memang tergantung dari mereka yang memandangnya. Sementara kebaikan adalah sesuatu yang menjadi obyek animo dan nilainya pun tidak sama pada tiap-tiap manusia. Bagaimana pun manusia akan selalu berbeda pandangan. Di satu sisi, seorang tokoh kebenaran berjuang dengan seluruh energinya untuk sebuah kebenaran dan kebaikan. Niatnya pun untuk kepentingan seluruh umat manusia. Tapi yang bisa menerima ternyata adalah golongannya sendiri atau orang yang punya pandangan sama. Jadi manusia sebenarnya tidak mampu melakukan kebajikan secara sempurna terhadap manusia secara keseluruhan. Di sisi lain, individu yang ditakdirkan menjadi manusia kebanyakan atau yang kharismanya tidak kuat, maka ia hanya mampu memperjuangkan kebenaran dan kebaikan untuk diri sendiri. Dengan kata lain, pengalaman empirisnya hanya untuk pribadi. Memang, kekuatan energi atau power Tuhan untuk siapa pun sama. Cuma, mayoritas manusia tidak tahu jalur untuk menyerap lebih banyak dari yang minoritas. Pada kenyataannya, manusia pemenang yang memiliki energi lebih adalah mereka yang tidak hanya menambah pengetahuan dengan fakta-fakta yang sudah nyata. Melainkan mereka juga mempertinggi tingkat kejiwaan, supaya pemahaman tentang Tuhan dapat lebih tinggi menjulang. Tuhan sendiri merupakan sumber pengetahuan itu sendiri, namun penghayatan tentang eksistensinya akan memperluas jangkauan cakrawala pengetahuan lahir batin. Pada tingkatan ini, manusia pemenang tidak hanya mempelajari teori, tetapi dia harus secara langsung melakukan apa yang dipelajari (learning by doing), dengan sendirinya dia akan menguasai gerakan-gerakan atau perbuatan-perbuatan yang tepat, sehingga ia bisa menguasai masalah yang dipelajarinya dengan sempurna. Inilah sikap manusia yang riil, yang dapat meningkatkan energi Tuhan dengan sempurna. Pada dasarnya, manusia memiliki energi yang negatif dalam diri pribadinya. Perasaan-perasaan buruk, seperti benci, dendam, marah dan lainnya, sebenarnya harus diganti dengan yang positif. Bila energi negatif itu besar dan tidak mau diperbaiki, hal itu tak jarang akan terus berlangsung. Tetapi hukum alam akan tetap mengatakan ada sebab, maka ada pula akibat. Jadi siapa pun manusia itu yang berlaku (sebab) AB juga akan memperoleh akibat AB. Tatkala dia mendapat akibat A atau xyz, hal itu tergantung dari perilakunya kemarin, dulu, atau waktu yang lampau. Manusia juga wajib mempelajari tentang hukum sebab-akibat, supaya dia bisa menginjak ke energi yang lebih tinggi lagi. Sebagai tangga untuk membuang energi negatif, Tuhan pun memberikan jalan yang harus kita kontemplasi. Ialah, energi positif untuk melawan yang negatif tadi. Gunanya juga untuk menghindari hukum sebab-akibat yang sangat cepat dan tepat gerakannya. Jalan tersebut merupakan landasan dasar untuk kebenaran dan kebaikan. Demikian pula, faktor-faktor ini tidak saja harus dijalani mereka yang hanya memiliki energi biasa-biasa saja, tetapi harus pula dilakukan para manusia pemenang pada umumnya yang ingin memperjuangkan kebenaran dan kebaikan dunia, sebagai the way of life manusia.

Tidak ada komentar: